ILA ABDULRAHMAN
Gaya hidup kekinian
sudah menjadi kebutuhan. Namun jangan sampai mengorbankan masa depan yang mahal
harganya. Kita harus pandai-pandai mengatur dan menyiasati keuangan agar
kekinian dan masa depan sama-sama berjalan beriringan.
Faktanya seringkali,
tidak bisa sejalan dan salah satu dikorbankan. Masih tepat mengorbankan
kekinian untuk hari esok, dibanding, mengorbankan hari esok untuk hidup saat
ini. Meski tak dapat dipungkiri banyak yang berpikir, kita hidup hari ini,
tidak tahu yang akan terjadi besok, bisa jadi kita sudah pergi. Maka yang tepat
adalah menikmati kekinian dan menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Nah agar kekinian dan
masa depan dapat berjalan beriringan, hanya perlu memahami beberapa hal
berikut:
Chek Up Kondisi
Keuangan Anda
Beberapa ciri
keuangan yang tidak sehat diantaranya; cicilan utang lebih dari 35%, tabungan
dan investasi dibawah 20%, biaya hidup melebihi 40% dari pendapatan per bulan
dan jika dalam kondisi pailit, aset tidak bisa menutupi kewajiban atau beban
utang. Kita dapat mengetahui kesehatan keuangan tersebut dengan melakukan
financial check up.
Mengapa terjadi
kondisi keuangan yang tidak sehat? Selain beban utang yang besar, penyebab yang
paling bertanggung jawab atas hal ini adalah gaya hidup konsumtif, gaya hidup
hedon. Dahulu hedonisme sekedar pandangan hidup bahwa kesenangan dan kenikmatan
materi adalah tujuan hidup, namun saat ini sudah menjadi gaya hidup, bahkan
rela berutang demi memenuhinya. Hidup tidak lagi cukup dengan “apa adanya” alias secukupnya, namun bergeser menjadi ada apanya, alias
diada-adain.
Keuangan yang tidak
sehat menuntut kita untuk melakukan setidaknya 3 hal, yaitu : mengontrol
pengeluaran, mencari alternatif pengeluaran lain yang lebih efisien atau
ekonomis dan menghapus pengeluaran-pengeluaran yang tidak penting. Sepintas
tidaklah susah, ah gampang, faktanya ada yang butuh berbulan bahkan bertahun
hingga akhirnya tercapai keuangan yang sehat.
Susun Rencana
Keuangan
Financial check up yang telah dilakukan hanya akan
berhenti pada, “o, keuanganku gak
sehat,” jika tidak dilanjutkan dengan menyusun
rencana keuangan. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2017 mencatat, hanya 12,6 persen
masyarakat Indonesia yang telah melakukan perencanaan keuangan. Dalam menyusun
rencana keuangan ini dapat anda lakukan sendiri atau belajar di kelas, jika
ingin seperti google map, anda tinggal jalan, maka dapat menggunakan jasa
perencana keuangan.
Susunan
rencana keuangan ini meliputi tujuan keuangan jangka pendek, menengah jangka
panjang, pilihan produk asuransi, sebagai perlindungan pendapatan, aset dan
kesehatan, strategi investasi, pilihan produk investasi, Manajemen cash flow
serta action plan yang harus dilakukan.
Bayangkan Hasil Akhir
yang Akan Dicapai
Siapa yang tidak
ingin memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya? Siapa yang tidak ingin
pensiun dengan sejahtera? Siapa yang tidak ingin memiliki tabungan akherat
berupa wakaf, dan lain-lain? Membayangkan hal-hal tersebut harusnya membuat
kita bersemangat, untuk segera memulai merubah kebasaan buruk kita akan
keuangan.
Tentunya akan
bersemangat jika setiap bulan harus menyisihkan dengan berinvestasi sebesar Rp
500 ribu selama 18 tahun, untuk hasil akhir biaya kuliah sebesar Rp 2
Milyar. Tentunya membuat bersemangat
jika saat ini harus mengalah menyisihkan sebesar Rp 400 ribuan selama 25 tahun
ke depan, untuk pensiun sejahtera Rp 15 Milyar.
Segera Rubah Gaya
Hidup
Ketika kesehatan finansial
sudah menjadi sebuah kesadaran dan perencanaan keuangan sudah dibuat,
pelaksanaan rencana dapat dilakukan, dengan mulai melunasi utang-utang
konsumtif. Nah, lubang utang konsumtif dapat di tutup jika perilaku hedon
dirubah, pengeluaran disesuaikan, sehingga ada dana untuk membayar pinjaman
tersebut. Namun faktanya, banyak dari kita enggan untuk merubah gaya hidup yang
hedon tersebut, atau memilih menunda-nunda untuk melakukan penyesuaian terhadap
pengeluaran, sehingga tertunda dua kali. Sekali karena menunda mulai mengubah
gaya hdup, kedua tertunda karea pelunasan utang juga butuh waktu.
Agar tidak tertunda
sebenarnya bergantung pada kemauan kita saja, dimana ada kemauan, disitu ada
jalan. Berat? Percayalah, biasanya berat hanya di awal saja selanjutnya akan mengalir. Manusia didesain
mampu beradaptasi dalam segala kondisi, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk
terus menunda.
Merubah
gaya hidup tidak seberat yang dibayangkan, kecuali jika memang hedonisme sudah
mendarah daging. Contohnya bagi anda yang hobi ngafe dengan kopi seharga Rp 60
ribuan setiap 3 hari, cukup disesuaikan menjadi seminggu sekali. Budget sekali
ngopi sisanya dapat dialokasikan untuk tabungan dana darurat atau dibelikan
reksadana. Ingat bahwa reksadana bisa dibeli mulai dengan seratus ribuan.
Jika
berat mengurangi freuensi, karena akan berpengaruh pada jumlah psotingan di
sosial media, acukup disesuaikan dengan minuman yang harga setengahnya yaitu Rp
30ribuan, dan anda tetap bisa nongki syantik, nongkrong ganteng 3 hari sekali.
Itu untuk urusan
ngopi, bagaimana dengan urusan dapur? Ya bisa seperti mengganti camilan pizza
dengan misro atau jemblem, tak kalah nikmat kok, di postingpun juga
instgramable. Perlu bukti? Cek insta penulis deh. Mengganti pizza harga Rp 80
ribuan dengan misro Rp 20 ribuan, sudah berhemat banyak jika dikumpulkan.
Berhati-hati dengan
penggunaan kartu kredit, ia termasuk utang konsumtif. Dalam hal tagihan kartu
kredit lebih dari 1, maka tagihan dengan beban bunga terbesar dilunasi lebih
dahulu. Mekanisme debt manajemennya bisa anda kosnultasikan dengan financial
planner Anda. Ingat selalu untuk menggunakan jasa FP yang teregistrasi secara
resmi.
Lalu apakah
seterusnya seperti itu? Tidak, Anda tetap sah-sah saja kok ngopi dan nge-pizza,
karena seiring waktu, pasti Anda kreatif, daripada mengencangkan ikat pinggang
terus-terusan, mending mencari atau
meningkatkan pendapatan. Ya kan?
Nah, masih bertahan
dengan hedonisme? Rasa-rasanya ketika kita berpikir masa depan yang lebih baik,
bergaya hidup sesuai keuangan akan menyenangkan untuk dilakukan. Selamat
merencanakan keuangan, dan ingat selalu “Empowering Your Financial”.