Sering sekali, pasca cerai, mantan istri banting tulang bak roller coaster demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Suami? Kan kita sudah cerai, dan kamu udah nikah lagi. Pernah dengar yang begini?
Lalu, sebenarnya kewajiban siapakah?
1. Secara syariah
Setiap manusia – selain Adam, Hawa, dan Isa–, tercipta dari satu ayah dan satu ibu. Karena itu, dalam aturan agama apapun, tidak ada istilah mantan anak, atau mantan bapak, atau mantan ibu. Karena hubungan anak dan orang tua, tidak akan pernah putus, sekalipun berpisah karena perceraian atau kematian.
Berbeda dengan hubungan karena pernikahan. Hubungan ini bisa dibatalkan atau dipisahkan. Baik karena keputusan hakim, perceraian, atau kematian. Di sinilah kita mengenal istilah mantan suami, atau mantan istri.
Dalam islam, kewajiban memberi nafkah dibebankan kepada ayah, dan bukan ibunya. Karena kepada keluarga, wajib menanggung semua kebutuhan anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya.
Keterangan selengkapnya, bisa anda pelejari di: Suami Tidak Memberi Nafkah kepada Istri Pertama dan Kedua
Kemudian, dalil khusus yang menunjukkan bahwa ayah wajib memberi nafkah anaknya adalah kasus Hindun bersama suaminya, Abu Sufyan.
Abu Sufyan tidak memberikan nafkah yang cukup untuk Hindun dan anaknya. Kemudian beliau mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
خُذِي مَا يَكْفِيك وَوَلَدَك بِالْمَعْرُوفِ
Ambillah harta Abu Sufyan yang cukup untuk dirimu dan anakmu sewajarnya. (HR. Bukhari 5364 dan Muslim 1714).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan istri untuk mengambil harta suaminya di luar pengetahuan suaminya, karena suami tidak memberikan nafkah yang cukup bagi istri dan anaknya. Ini menunjukkan bahwa dalam harta suami, ada bagian yang wajib diberikan kepada istri dan anaknya.
Ketika terjadi perceraian dan masa iddah sudah selesai, wanita yang dulunya menjadi istri, kini berubah status menjadi mantan istri. Tali pernikahan sudah putus, bukan lagi suami-istri. Sehingga dia tidak wajib dinafkahi oleh mantan suaminya.
Namun hak nafkah bagi anak, tidak putus, sehingga ayah tetap berkewajiban menanggung semua kebutuhan anak, sekalipun anak itu tinggal bersama mantan istrinya.
Imam Ibnul Mundzir mengatakan,
وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مَنْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه
Ulama yang kami ketahui sepakat bahwa seorang lelaki wajib menanggung nafkah anak-anaknya yang masih kecil, yang tidak memiliki harta. Karena anak seseorang adalah darah dagingnya, dia bagian dari orang tuanya. Sebagaimana dia berkewajiban memberi nafkah untuk dirinya dan keluarganya, dia juga berkewajiban memberi nafkah untuk darah dagingnya. (al-Mughni, 8/171).
Bolehkah mantan istri meminta mantan suaminya untuk menafkahi anaknya?
Tidak hanya boleh, bahkan mantan istri boleh nuntut mantan suaminya untuk menafkahi seluruh kebutuhan anaknya. Jika mantan suami tetap tidak bersedia, mantan istri bisa menggunakan kuasa hukum untuk meminta hak anaknya.
Kepada para suami,
Ingat bahwa anak anda tetap anak anda, sekalipun anda bercerai dengan ibunya. Dia bagian dari darah daging anda. Jangan sia-siakan dia, karena semua akan anda pertanggung jawabkan kelak di hari kiamat.
Ketika anda tidak memberikan nafkah kepada anak anda, sehingga dia dinafkahi orang lain, ini tanda bahwa anda tipe lelaki yang tidak bertanggung jawab, yang merepotkan orang lain.
Dan status harta orang lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak anda, adalah utang bagi anda. Jika tidak sekarang diselesaikan, bisa jadi akan berlanjut di akhirat.
Jangan karena perceraian dan kebencian anda terhadap mantan istri, kemudian anda tularkan ke anak anda, yang bisa jadi, dia sama sekali tidak memahami masalah anda.
Wahb bin Jabir menceritakan, bahwa mantan budak Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu pernah pamit kepadanya, “Saya ingin beribadah penuh sebulan ini di Baitul Maqdis.”
Sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, langsung bertanya kepada beliau, “Apakah engkau meninggalkan nafkah untuk keluargamu yang cukup untuk makan bagi mereka selama bulan ini?”
“Belum.” Jawab orang itu.
“kembalilah kepada keluargamu, dan tinggalkan nafkah yang cukup untuk mereka, karena saya mendengar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوت
“Seseorang dianggap melakukan dosa, jika dia menyia-nyiakan orang yang orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Ahmad 6842, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain dinyatakan,
إِنَّ الله سائل كل راع عما استرعاه: أحفظ أَمْ ضَيَّعَ، حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ بيته
Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang rakyatnya, apakah dia jaga ataukah dia sia-siakan. Hingga seorang suami akan ditanya tentang keluarganya. (HR. Ibnu Hibban 4493 dan dihasankan oleh al-Albani).
Allahu a’lam.
© KonsultasiSyariah(dot)com
2. Hukum Positif
Berdasarkan penelusuran kami dalam UU PKDRT maupun UU Perlindungan Anak, pada dasarnya tidak ada aturan tegas soal kapan batas waktu orang tua memberikan nafkah kepada anaknya.
Akan tetapi, kita dapat menemukannya secara implisit dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Akan tetapi, kita dapat menemukannya secara implisit dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
3. Financial Planning
Tak dipungkiri, pada akhirnya perempuan pasrah dalam upaya meminta pertanggungjawaban mantan suami untuk nafkah anaknya, apalagi untuk semacam ongkos lelah buat dirinya, karena mengasuh, sehingga memilih memgambil alih tanggungjawab, meski dalam kondisi terpaksa dan ketidakikhlasan " biar Tuhan yang balas".
Atau pasrah karena tidak tahu bahwa sebenarnya itu kewajiban ayah si anak, bukan ayah tiri sianak. Ayah tiri hanya memikiki kewajiban kepada ibu sianak yang dinikahinya, sedangkan kepada anak tiri, hukumnya sedekah.
Oleh karena iti, memahami hak dan kewajiban masing-masing baik dalam pernikahan yang masih ada maupun yang berkemungkinan putus dan cerai, sangat penting, sehingga tidak terjadi kedhzoliman.
Perencanaan perceraian merancang sedemikian rupa, setidaknya mengantisipasi ketika perempuan harus mengambil alih tanggung jawab, atau memastikan ayah tidak terhentikan dalam memberi nafkah ketika memiliki istri baru, yang (mungkin) tidak memahami hukum.
Dalam hal ayah yang tidak memenuhi kewajiban kepada anaknya, maka beban ini menjadi utang yang tetap harus dibayar. Ketika si Ayah meninggal namun belum memenuhinya, maka harta waris akan dipotong dengan besaran angka saat ini (naik/difuture valuekan sesuai inflasi atau kerelaan hati si ibu yang membiayai) dan diberikan kepada si ibu yang membiayai. Setelah itu baru harta warisan dibagikan.
Contohnya seperti apa? Simak dalam cerita berikut :
Contoh dinarasikan dalam percakapan untuk kemudahan.
ummi
: abang, kan umi setiap jumat pulang malam karena lagi belajar waris
(dalam rangka mendalami perencana keuangan dan spesialisasi perencana waris )
abang : waris apa si mi..
ummi : agak bingung juga nih jawabnya,
"waris itu kalau siapapun meninggal dan bila meninggal maka hartanya
diserahkan kepada ahli warisnya, contohnya kalau umi meninggal maka waris
diserahkan salah satunya ke ompung ( kalau masih hidup ) dan ke jihad sama
hajid...
abang : oooh
ummi : nih kemarin umi belajar dari ustad,
ada pramugari bang , kisah nyata loo bang, pramugarinya meninggal dunia diumur
21 tahun bang dan belum menikah dan masih memiliki kedua orang tua bang ,
ceritanya bang pramugari tersebut mendapatkan uang asuransi, hmm bingung lagi
deh jelasin arti asuransi, asuransi itu uang atas kematian yang diberikan oleh
suatu perusahaan kepada pramugari tersebut bang.
ummi : dapatnya itu 3 milyar bang,nah jadi
uangnya diwarisi ke siapa bang ?
abang : bapak dan ibunya dong mii
ummi : paten bang sipp!!!nah sekarang
masing masing dapatnya ada bagiannya , si Ibu dapat 1/3 bagian dan ayah dapat
sisanya atau ashobah bang. sekarang berapa 1/3 dari 3milyar bang ???
abang :1 milyar mi..
umi : oke, berarti si bapak dapat berapa
bang dari 3 milyar kurang 1 milyar
abang : 2 milyar mii
ummi : sip, nah ceritanya ngak sampai sini
bang, ini dia tugas umi sebagai perencana waris nggak hanya mentah mentah terima
info begitu aja namun harus melakukan investigasi lebih jauh lagi. Ternyata
bang, si bapak itu datang mengakui si pramugari adalah anaknya pas meningggal
bang, pramugari ini ditinggal bapaknya dari umur 1 tahun bang, dan yang
menafkahi pramugari adalah ibunya dari umur 1 tahun, cuci piring, gosok dll
sampai menjadi pramugari bang. Nah kalau lihat cerita dari tadi bang, menurut
abang gimana , ibu yang biayain anak dari 1 tahun sampai 21 tahun dan si bapak
ternyata dapat lebih besar??
abang : harusnya ibunya dong mi yang dapat
lebih besar.
umi : ayuk abang sebagai lelaki kelak abang
harus tau apa tugas laki laki , apa aja bang??
abang : menafkahi anak dan istri
ummi : betul, apalagi bang ( dalam hati ini
point penting kedua kewajiban seorang bapak yang harus dipahami anakku )
abang : apa mi??
umi : mentarbiyah keluarganya atau mendidik
bang, ini penting banget, contoh nya abang biar bisa baca quran itu kewajiban
siapa ??itu kewajiban bapak bang dan
biasanya disubkon kan ke guru tahsin, nanti abang ya yang ngajrin anaknya
sendiri bisa baca quran, ini baru 1 contoh ya bang, masih banyak kewajiban seorang laki laki
sebagai bapak.
abang : insya allah mi.
ummi : lanjut lagi ya bang, nah kan
bapaknya berapa 21 tahun ngak nafkahi anaknya bang, kita itung ya 21 tahun dan
dikurangi 1 thn waktu si bapak ini meninggalkan pramugari itu diumur 1tahun,
jadi berapa tahun bang si bapak tidak menafkahi anaknya
abang :
20tahun mi
umi : ya betul, nah sekarang karena nafkah
adalah kewajiban si bapak maka diitung dulu dong hutang nafkah bapak ini selama
20 tahun dan di present valuekan deh hutang bapak itu..
abang :present value apaan sih mi ??
umi : itu kalkulator ekonomi, nanti
kita bahas edisi khusus lain ya bang. Nah setelah dipresent valuekan anggaplah
hutang nafkah bapak tersebut besarnya 1,5 miliar bang, jadi si bapak utang ke
siapa bang
abang : ke ibunya mi!!
umi : betul bang, nah jadi sekarang
bapaknya dapat berapa bang atas waris anaknya yang meningggal 2milyar dikurangi
berapa bang ?
abang : dikurangi 1,5 m jadinya si bapak
dapat 500juta mi
umi : betul, dan si ibu dapat berapaa bang,
1milyar tambah 1,5milyar kan
abang : dapetnya si ibu 2,5milyar no.
umi : betul bang,doain ya biar umi bisa
istiqomah belajar ilmu yang dalam hadist nih bang adalah ilmu yang akan
ditinggalkan umatku di akhir zaman, ini hadistnya..
🍁 Rasulullah SAW bersabda,
"Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu
dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku." (HR
Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)
Nah, Clear kan!
Para perempuan yang menjadi istri berikutnya, fahami bahwa suami memiliki kewajiban kepada anak-anak dari hasil pernikahan sebelumnya.
Para suami, sebelum menikah, pastikan calon istri baru memahami kewajiban ini.
Salam Financial Semoga bermanfaat.